Thursday, 18 August 2011

Bila kita kena berhenti bersahur....?



Kewajiban dalam puasa adalah menahan dari segala sesuatu yang membatalkan dari  (subuh) hingga terbenam matahari (magrib). Allah berfirman,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
Makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah  itu sampai (datang) malam.” (Q.s. Al-Baqarah:187)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ ، فَإِنَّهُ لَا يُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ
Makan dan minumlah sampai Ibnu Umi maktum mengumandangkan azan, karena dia tidak berazan kecuali sampai terbit fajar.” (H.r. Bukhari, no. 1919)
Oleh karena itu, siapa saja yang mengetahui terbitnya fajar dengan melihat langsung atau informasi dari yang lain maka dia wajib puasa. Demikian pula, orang yang mendengar azan, wajib segera berpuasa ketika mendengar azan, jika azannya dilakukan tepat waktu, dan tidak mendahului (fajar).
Hanya saja, para ulama mengecualikan untuk orang yang masih memegang makanan atau minuman ketika mendengar azan. Dia dibolehkan meminumnya. Berdasarkan hadis dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالْإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلَا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
Apabila seseorang di antara kalian mendengar azan, sementara wadah masih di tangan maka jangan dia letakkan wadah tersebut sampai dia menyelesaikan kebutuhannya.” (H.r. Abu Daud, no. 2350; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Mayoritas ulama memaknai hadis ini untuk muazin yang berazan sebelum terbit fajar. Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa sebagian ulama mengambil zahir hadis dan membolehkan makan dan minum ketika mendengar azan subuh, sebagaimana disebutkan dalam hadis di atas. Kemudian beliau mengatakan, “Mayoritas ulama melarang sahur bersamaan dengan terbitnya fajar. Ini adalah pendapat imam mazhab yang empat, umumnya para ulama, dan pendapat yang diriwayatkan dari Umar dan Ibnu Abbas.” (Tahdzibus Sunan)
Terdapat beberapa riwayat dari sebagian sahabat yang menunjukkan bolehnya makan bagi orang yang hendak berpuasa, sampai dia yakin fajar telah terbit. Ibnu Hazm menyebutkan beberapa riwayat tentang hal ini, di antaranya:
  1. Umar bin Khatab mengatakan, “Apabila ada dua orang, yang satu ragu apakah fajar sudah terbit ataukah belum, maka makanlah sampai keduanya yakin.”
  2. Ibnu Abbas mengatakan, “Allah menghalalkan minum, selama engkau masih ragu.” Maksud beliau: ragu terbitnya fajar.
  3. Dari Makhul, beliau mengatakan, “Saya melihat Ibnu Umar mengambil seciduk zam-zam (di bawah). Kemudian beliau bertanya kepada dua orang, ‘Apakah fajar sudah terbit?’ Yang satu menjawab, ‘Telah terbit.’ Yang lain menjawab, ‘Belum.’ Kemudian Ibn Umar pun minum.”
Setelah membawakan banyak riwayat ini dan beberapa riwayat semacamnya, Ibnu Hazm memberi keterangan, “Ini semua, karena fajar belum jelas bagi mereka.” (Al-Muhalla, 4:367)
Sementara itu, umumnya, muazin saat ini menggunakan acuan jadwal imsak, bukan melihat hilal. Semacam ini tidak bisa disebut “yakin” bahwa fajar sudah terbit. Karena itu, siapa saja yang makan dalam keadaan semacam ini, maka puasanya sah karena dia belum yakin fajar sudah terbit. Hanya saja, yang lebih baik dan lebih hati-hati, hendaknya kita menahan diri dari segala yang membatalkan ketika sudah mendengar azan.
Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah ditanya, “Apa hukum puasa bagi orang yang mendengar azan, sementara dia masih makan dan minum?”
Beliau menjawab, “Wajib bagi mukmin untuk menahan dari makan, minum dan pembatal lainnya jika telah jelas baginya terbitnya fajar, pada saat puasa wajib, seperti Ramadan, puasa nazar, dan kafarah. Allah berfirman,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.’ (Q.s. Al-Baqarah:187)
Jika dia mendengar azan dan dia tahu adzan ini dilakukan setelah terbit fajar maka dia wajib mulai puasa. Namun, jika muazin mulai adzan sebelum terbit fajar maka dia belum wajib puasa, sehingga dia boleh makan atau minum sampai jelas baginya telah terbit fajar.
Jika dia tidak tahu, apakah azan ini setelah terbit fajar ataukah sebelum fajar terbit, sikap yang lebih hati-hati, dia memulai puasa ketika mendengar azan. Tidak mengapa andaikan dia minum atau makan sedikit ketika azan, karena dia belum tahu terbitnya fajar.
Sebagaimana dipahami, orang yang berada di dalam kota yang penuh dengan penerangan listrik tidak memungkinkan untuk melihat terbitnya fajar dengan matanya ketika mulai terbit. Akan tetapi, hendaknya dia berhati-hati dalam beramal, dengan memperhatikan azan dan jadwal imsakiyah yang mencantumkan waktu terbit fajar berdasarkan perhitungan jam, dalam rangka mengamalkan sabda Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam,
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لا يَرِيبُكَ
‘Tinggalkan perkara yang meragukan kepada perkara yang tidak meragukan.’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ
Siapa saja yang menjauhi syubuhat (hal yang meragukan) berarti dia telah membersihkan agama dan kehormatannya.’
Wallahu waliyyut taufiq.” (Fatawa Ramadhan oleh Asyraf Abdul Maqsud, hlm. 201)
Syekh Ibnu Utsaimin ditanya, “Kapan orang harus menahan makan, apakah seperti yang dikatakan banyak orang: ketika mendengar azan?s Bagaimana pula hukum orang yang minum setelah mendengar azan dengan sengaja?”
Beliau rahimahullah menjawab, “Seseorang wajib menahan makan minum jika muazin berazan, di saat fajar telah terbit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, ‘Makan dan minumlah kalian sampai Ibnu Ummi Maktum berazan karena dia tidak adzan kecuali sampai terbit fajar.’ Jika ada muazin yang mengikrarkan, ‘Saya melihat fajar, dan saya tidak akan azan hingga terbit fajar.’ Maka setiap orang yang mendengar azan wajib untuk menahan makan dan minum, kecuali dalam satu keadaan yang ada keringanan, yaitu ketika azan dikumandangkan sementara dia masih memegang makanan.
Akan tetapi, jika azannya berdasarkan jadwal shalat, padahal jadwal shalat tidak semuanya sesuai dengan waktu asli berdasarkan tanda alam, namun berdasarkan hisab, karena mereka tidak melihat fajar, tidak memperhatikan gerakan matahari, atau tergelincirnya matahari, tidak melihat posisi matahari ketika asar, demikian pula ketika terbenam.” (Al-Liqa’ Asy-Syahri, 1:214)
Kesimpulan Syekh Muhammad Munajid, “Selayaknya bagi seseorang untuk segera menahan diri dari pembatal puasa ketika mendengar azan, jika dia tahu bahwa azannya dilakukan tepat pada waktunya. Jika dia ragu, hedaknya dia cukupkan dengan minuman yang ada di tangannya, karena dia tidak mungkin melanjutkan makan dan minum sampai yakin terbit fajar karena realitanya dia tidak memiliki sarana untuk meyakinkan (terbitnya fajar), sementara di sekelilingnya penuh dengan cahaya lampu dan penerangan. Selain itu, banyak orang yang tidak mampu membedakan antara fajar shadiq (fajar penanda subuh) dengan fajar kadzib (bayangan fajar sebelum subuh). Allahu a’lam.”
Sumber: http://islamqa.com/ar/ref/124608

1 comment: